Sastra



PENDEKATAN STRUKTUR DAN SOSIAL DALAM NOVEL
CENTHINI, PEREMPUAN SANG PENAKLUK DI LANGIT JURANG JANGKUNG

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata - mata sebuah imitasi (Luxemburg, 5:1989). Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada hakikatnya adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sebuah karya sastra, pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia. Kemunculan sastra lahir dilatar belakangi adanya dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya (Sarjidu, 2004: 2).
Dari sekian banyak bentuk sastra seperti esei, puisi, novel, cerita pendek, drama, bentuk novel, cerita pendeklah yang paling banyak dibaca oleh para pembaca. Karya-karya modern klasik dalam kesusasteraan, kebanyakan juga berisi karya– karya novel. Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif; biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis. Kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti "sebuah kisah atau sepotong berita" (Wikipedia).
Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Sebagai bahan bacaan, novel dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu karya serius dan karya hiburan. Pendapat demikian memang benar tetapi juga ada kelanjutannya, yakni bahwa tidak semua yang mampu memberikan hiburan bisa disebut sebagai karya sastra serius. Sebuah novel serius bukan saja dituntut agar tetap indah, menarik dan dengan demikian juga memberikan hiburan pada kita, tetapi ia juga dituntut lebih dari itu. Novel syarat utamanya adalah bahwa ia mesti menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang habis membacanya.
Novel yang baik dibaca adalah untuk penyempurnaan diri. Novel yang baik adalah novel yang isinya dapat memanusiakan para pembacanya. Sebaliknya, novel hiburan hanya dibaca untuk kepentingan santai belaka, yang penting memberikan keasyikan pada pembacanya untuk menyelesaikannya. Tradisi novel hiburan terikat dengan pola – pola. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa novel serius punya fungsi sosial, sedang novel hiburan cuma berfungsi personal. Novel berfungsi sosial lantaran novel yang baik ikut membina orang tua masyarakat menjadi manusia, sedang novel hiburan tidak memperdulikan apakah cerita yang dihidangkan tidak membina manusia atau tidak, yang penting adalah bahwa novel memikat dan orang mau cepat–cepat membacanya.
Di antara novel-novel yang ada, banyak sekali yang menyukai novel yang menyangkut remaja dan percintaan sehingga novel yang berbau feminisme jarang tersentuh. Karena banyak yang menyukai, banyak juga para remaja yang memiliki puluhan bahkan ratusan novel yang mengisahkan tentang percintaan dan hanya sedikit yang mau melirik novel yang mengisahkah tentang sisi lain dari seorang perempuan. Pada kesempatan kali ini penulis mencoba mengupas novel yang berjudul “Centhini, Perempuan Sang Pemakluk di Langit Jurang Jangkung ”.
B.     Perumusan Masalah
1.      Bagaimana kelebihan dan kekurangan novel Centhini?
2.      Apa aspek yang menarik dari novel Centhini?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Mendeskripsikan kelebihan dan kekurangan Centhini, Perempuan Sang Pemakluk di Langit Jurang Jangkung.
2.      Mendeskripsikan aspek yang menarik dari Centhini, Perempuan Sang Pemakluk di Langit Jurang Jangkung.

D.    Manfaat Penulisan
Pembuatan makalah ini diharapkan mendapat apresiasi dari masyarakat, khususnya dalam karya sastra. Karena novel ini mampu membuat sadar bahwa ada sisi lain dibalik kelembutan dan keheningan seorang wanita maka diharapkan pembaca bisa terbuka pintu nuraninya agar bisa tidak memandang sebelah mata seorang wanita. Karena menarik pula diharapkan bisa menarik minat para pembaca khususnya para remaja.

 BAB II
PEMBAHASAN
a.      Gambaran Umum Novel
Judul : Centhini, Perempuan Sang Pemakluk di Langit Jurang Jangkung
Pengarang : Sri Wintala Achmad
Editor : Damar Samudra
Koreksi Aksara : Kumalayani
Layout : Neanya Taufiq
Design Cover : N. Anjala
Penerbit : Araska, Bantul, Yogyakarta
Tahun terbit : Juli 2012
Ukuran : 13,5 x 20,5 cm


Novel Centhini merupakan sebuah novel fenomenal berdasarkan telaah dan reinterpretasi dari serat Centhini. Serat Centhini merupakan karya sastra sekaligus ensiklopedi Jawa yang digubah oleh Ng. Ranggasutrasna, R Ng. Yasadipura, R. Ng. Sastradipura, Pangeran Jungut Manduraja, dan Kyai Muhammad. Serat Centhini menggambarkan kisah tentang pengembaraan beberapa tokoh, diantaranya: Syeh Amongraga, Jayengsari, Jayengresmi, Niken Rancangkapti, Jayengraga, Niken Tambangraras, Centhini dan masih banyak tokoh yang lainnya. Serat Centhini juga mengungkap tentang berbagai tradisi, budaya, dan kearifan masyarakat jawa.
Beranjak dari nilai-nilai kultural, edukatif dan filosofis baik yang tersirat atau tersurat di dalam Serat Centhini; maka serat yang ditulis dalam tembang-tembang macapat ini perlu ditelaah, diinterpretasikan dan digubah dalam bentuk fiksi (novel) dengan menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini bertujuan agar nilai-nilai yang terkandung dalam serat tersebut dapat dipahami oleh masyarakat luas.
Dari dalam novel tersebut pembaca tidak hanya dapat mengambil nilai-nilai kearifan, namun juga dapat mengambil sisi lain kearifan masyarakat jawa. Di antaranya penghargaan terhadap kaum perempuan yang perannya tidak hanya sebagai objek, namun juga bisa menjadi subjek yang turut mewarnai zaman agar lebih santun. Selain itu, perempuan tidak hanya sebagai kanca wingking dan partner seks, namun juga sebagai insan pemberani, pejuang dan pembaharu.
b.      Sinopsis
Dikisahkan seorang perempuan bernama Centhini yang memiliki seorang anak yang bernama Kinanthi. Dua orang tersebut tinggal dalam rumah yang sangat sederhana dan juga dengan kehidupan yang sederhana pula. Ayah kinanthi, Monthel, meninggalkan dia dan ibunya setelah tergoda dengan seorang janda kembang. Dengan keadaannya sekarang, dengan terpaksa Centhini mengirim anaknya ke Wantawang untuk mengahadap Jayengresmi guna berguru ilmu kepadanya. Setelah berguru dengan Jayengresmi, Kinanthi mendapatkan berbagai ilmu diantaranya menulis dan membaca lontar. Dan lambat laun, Kinanthi sudah bisa membaca aksara jawa, membaca serat lontar, menulis karya sastra dsb.
Setelah beberapa tahun belajar, Kinanthi mendengar kabar jika emaknya, Centhini sakit keras. Dan beberapa hari kemudian Centhini meninggal. Sebelum meninggal, Centhini menitipkan kitab pemberian mendiang Gus Amongraga supaya Kinanthi memahami maksud kitab tersebut. Beberapa tahun setelah kematian ibunya Kinanthi diangkat menjadi anak keluarga Jayengresmi. Betapa bangganya dia setelah yatim piatu, ternyata masih ada yang peduli terhadap kehidupannya.
Suatu malam Kinanthi diperintahkan oleh ayahnya, Jayengresmi untuk bertapa di Sendang Klampeyan. Sendang Klampeyan merupakan tempat keramat yang dulu juga dijadikan tempat samadi Syeh Amongraga. Karena merasa ilmunya sudah cukup, Kinanthi melaksanakan perintah untuk bertapa selama kurang lebih sebelas hari sebelas malam. Dalam samadinya Kinanthi bertemu dengan Syeh Amongraga dalam sukma. Syeh Amongraga bersabda bila ingin menjadi manusia sempurna, Kinanthi harus melaksanakan 4 amarah dalam hidupnya. Selain itu, Amongraga berpesan agar menceritakan kepada sesama tentang kisah perjalanannya yang tertulis dalam kitab yang ditinggalkannya.
Setelah selesai bertapa selama sebelas hari sebelas malam, Kinanthi kembali ke padepokan Wantawang untuk berkumpul kembali bersama keluarga barunya. Takjub benar ketika seluruh keluarga dan tetangga padepokan menyambut dengan syukuran besar-besaran. Hidangan lezat pun juga disediakan untuk menyambut kedatangannya dari alam keheningan. Setelah selesai acara syukuran seluruh murid Jayengresmi berkumpul di ruang tengah pendapa bersama Jayengresmi untuk mendengarkan cerita selama bertapa di sendang Klapeyan. Kinanthi kemudian mengambil kitab Syeh Amongraga di lemari ruangan pribadinya. Setelah menghela napas panjang, Kinanthi memulai ceritanya dengan tenang dan penuh penghayatan.
Kinanthi menceritakan apa yang ada di dalam kitab Syeh Amongraga. Diceritakan prahara yang terjadi di Kasunanan Giri atas perangnya terhadap kerajaan Mataram. Kasunanan Giri Takluk di tangan Sultan Agung. Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Tumenggung Alap Alap, Pangeran Pekik dan Ratu Pandansari berhasil menaklukkan Kasunanan Giri sekaligus menyeret Sunan Giri Parapen. Namun, keberhasilan Mataram tidak dibarengi dengan tertangkapnya ketiga anak Sunan Giri. Mereka berhasil lolos sebelum pasukan Mataram menyerbu Kasunanan Giri. Jayengresmi, Jayengsari dan Niken Racangkapti berhasil sebelum pertempuran terjadi. Namun, setelah itu Jayengresmi berpisah dengan Jayengsari dan Niken Rancangkapti untuk mengembara dan mencari tempay yang aman.
Di dalam pengembaraan Jayengresmi telah melewati berbagai tempat, melewati sungai, lembah, gunung, dsb. Di tengah perjalanan, Jayengresmi bertemu serang lelaki paruh baya dan berkat bantuannya Jayengresmi berhasil selamat dengan menggunakan nama baru, Syeh Amongraga. Berkat nama baru itu pula, Jayengresmi telah berhasil melanjutkan perjalanannya bersama kedua ajudannya Gathak dan Gathuk yang telah berganti nama menjadi Jamal dan Jamil. Dalam pengembaraannya Syeh Amongraga teringat akan adiknya, Niken Rancangkapti. Ia pun langsung melanjutkan perjalanan guna mencari adiknya.
Dalam perjalanannya, Syeh Amongraga mendapat petunjuk dari Syeh Sukmasidik yang tinggal di pedukuhan Andong Tinunu. Beliau mengisyaratkan agar mencari Niken Rancangkapti bila telah memetik bunga wijaya kusuma yang dapat mekan di siang dan malam hari. Amongraga pun langsung berjalan menuju arah timur sesuai dengan petunjuk Syeh Sukmasidik menuju Padepokan Wanamarta. Setelah sampai di Wanamarta, Amongraga bertemu dengan Centhini yang saat itu menjadi babu Ki Bayu Panurta. Setelah bertemu, Centhini mengantarkan Amongraga menuju padepokan Wanamarta untuk bertemu Ki Bayu Panurta. Disinilah berbagai kisah dituliskan dengan kompleks dari mulai pernikahan Amongraga dengan Niken Tambangraras hingga menghilang keduanya setelah 40 hari 40 malam berbulan madu.
Singkat cerita, Syeh Amongraga yang meninggalkan padepokan bersama Jamal dan Jamil membangun sebuah perguruan untuk melatih ilmu karang. Amongraga yang merasa masih belum sempurna hidupnya langsung menuju sendang Klampeyan untuk melakukan samadi. Dan setelah samadinya selesai ia bertemu dengan adiknya, Jayengsari, Niken Rancangkapti dan juga Buras. Dalam semak-semak juga muncul dua orang wanita, tidak lain adalah Niken Tambangraras dan Centhini. Mereka kembali bertemu dengan rasa rindu becampur bahagia. Setelah itu, Amongraga dan Niken Tambangraras berkelana untuk memperkaya diri dengan ilmu, melewati banyak tempat, gua dan lembah agar bisa mencapai kesempurnaan hidup. Setelah menempuh perjalanan panjang dan mendapatkan ilmu, mereka berdua kembali ke desa Jurang Jangkung. Sesampainya di desa, mereka disambut oleh Centhini dan Monthel. Hanya sebentar bertemu Amongraga langsung menyerahkan kitab kepada Centhini yang berisi kisah pengembaraannya dalam mencari kesempurnaan diri. Dan setelah kitab diterima, Amongraga melanjutkan samadinya di sendang Klampeyan bersama Niken Tambangraras. Dan entah kemana setelah mereka bersamadi beberapa hari lenyap ditelan oleh waktu.
Beberapa tahun setelah Amongraga dan Niken Tambangraras samadi, keadaan desa jurang jangkung seolah turun drastis. Gempa yang melanda Jurang Jangkung, Wanatawang, Wanasoya dan beberapa desa sekitarnya membuat orang-orang desa putus asa. Terlebih lagi ketika Niken Turida, Jayengresmi, Niken Rarasati dan separuh murid padepokan Wanatawang yang juga tewas. Kinanthi yang juga hampir putus asa meminta bantuan kepada Niken Rancangkapti yang saat itu telah menjadi penjaga hutan Gunung Kidul. Setelah meminta bantuan, seolah Kinanthi menemukan jalan dan memberitahukan agar penduduk desa tidak putus asa karena ini merupakan ujian. Beberapa hari setelah itu, Kinanthi juga bersamadi di Sendang Klampeyan seolah menyusul Amongraga ke alam keabadian.
 c.       Kelebihan dan Kekurangan Novel
1.      Kelebihan
-          Bahasa yang digunakan sangat estetik
Dalam novel (fiksi) pada umumnya menggunakan bahasa yang baku, formal dan kadang ada yang sulit untuk dipahami. Namun dalam novel Centhini bahasa yang digunakan sangat indah. Indah dalam hal ini bukan berarti bahasanya puitis, kaku namun lebih variatif karena ada campuran bahasa jawa.
-          Diksi yang digunakan variatif
Pemilihan katan atau diksi yang digunakan dalam novel Centhini tak lepas dari penyesuaian dengan serat Centhini. Inilah yang membuat Novel ini fenomenal. Pemilihan kata demi kata yang silih berganti dari bahasa Indonesia kemudian Jawa, ditambah lagi bahasa Jawa Kawi dengan suguhan tembang-tembang membuat pembaca seolah-oleh terhanyut dalam suasana yang tenang.
-          Nilai-nilai sosial yang terkandung dalam novel sangat luhur
Novel Centhini merupakan Renterpretasi dari serat Centhini. Dan tentu saja novel tersebut memuat nilai-nilai budaya, edukatif dan filosofis. Terlihat dalam tiap kali tokoh yang berkunjung ke suatu desa atau padepokan selalu diawali dengan kalimat bertamu yang santun.
2.      Kekurangan
-          Bagi sebagaian kalangan yang tidak bisa menafsirkan bahasa jawa mungkin akan kesulitan memahaminya, karena sebagian besar diksi yang digunakan menggunakan istilah-istilah jawa.
-          Dalam novel tersebut tiap bab atau kisah selalu berputar dengan seseorang menceritakan kisah dengan orang lain, sehingga cerita agak sedikit rumit.

d.      Aspek yang Menarik
-          Dalam novel Centhini banyak sisi lain dari wanita yang diangkat, diantaranya Centhini yang tetap setia menjadi seorang babu meskipun ia sudah lanjut usia.
-          Tidak banyak novel yang berlatar di kerajaan bernafaskan agama, dalam hal ini agama islam. Seringkali setelah keluarga berkumpul di padepokan kemudian melakukan shalat berjamaah.
-          Tokoh Centhini, Kinanthi, Niken Tambangraras dan beberapa tokoh lainnya menggambarkan sisi lain dibalik kelembutan seorang wanita. Mereka tidak mau kalah untuk melakukan samadi demi mencapai kesempurnaan ilmu dan hidupnya. Selain itu tokoh Centhini dan Kinanthi juga selalu ingin bekerja keras dan tidak berpangku tangan kepada keadaan.
-          Secara tidak langsung pembelajaran terhadap bahasa jawa terjadi dalam novel ini. Beberapa kata yang berbahasa jawa mengundang keingintahuan pembaca sehingga termotivasi untuk terus membaca novel ini. 
 
BAB III
PENUTUP
a.      Kesimpulan
Novel Centhini merupakan sebuah novel fenomenal berdasarkan telaah dan reinterpretasi dari serat Centhini. Serat Centhini merupakan karya sastra sekaligus ensiklopedi Jawa yang digubah oleh Ng. Ranggasutrasna, R Ng. Yasadipura, R. Ng. Sastradipura, Pangeran Jungut Manduraja, dan Kyai Muhammad. Serat Centhini menggambarkan kisah tentang pengembaraan beberapa tokoh, diantaranya: Syeh Amongraga, Jayengsari, Jayengresmi, Niken Rancangkapti, Jayengraga, Niken Tambangraras, Centhini dan masih banyak tokoh yang lainnya. Serat Centhini juga mengungkap tentang berbagai tradisi, budaya, dan kearifan masyarakat jawa.
Dalam Novel Centhini kelebihan yang bisa digali antaranya bahasa novel yang estetik karena juga dikolaborasikan dengan bahasa jawa.  Kemudian diksi yang variatif serta nilai-nilai sosial yang diangkat sangat luhur.
Sementara itu kekurangan yang ada dalam novel ini adalah ketika pembaca tidak memahami bahasa jawa juga akan sedikit kesulitan dalam memaknai novel ini. Selain itu juga tiap bab ada yang tokoh yang selalu menceritakan perjalanan atau pengembaraan tokoh lainnya sehingga agak rumit.
b.      Saran
-          Serat Centhini merupakan karya sastra jawa yang mengandung nilai-nilai yang komplit dan kompleks. Sehingga perlunya pembuatan novel-novel yang lain tentunya reinterpretasi dari serat-serat yang lain.
-          Pemerintah harus mendukung tidak hanya dengan dukungan moril dan materiil, namun juga mensosialisasikan karya sastra khususnya sastra jawa agar nilai-nilai santun yang terkandung dalam karya tersebut diketahui masyarakat luas terutama kawula muda.

 DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Sri Wintala. 2012. Centhini, Perempuan Sang Penakluk di Langit Jurang Jangkung. Yogyakarta: Araska.

http://id.wikipedia.org/wiki/Novel (diunduh tanggal 27 Oktober 2013)

Luxemburg, Jan Van. 1992. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT Gramedia.

No comments:

Post a Comment