--------------------------------------------------->>>>
Salam Budaya !! Hidup Rakyat !!
Yang pertama dan paling utama adalah sebuah rasa terima kasih, kalo dalam
bahasa jawa, maturnuwun untuk sosok-sosok yang dengan kepeduliannya dengan
lembut nan lugasnya membuang banyak tinta pulpen dan secarik kertasnya untuk
turut andil aktif menyikapi fenomena pemira ini, menyuarakan kegelisahan
masyarakat tentang dua sosok pasangan yang maju. Memang kalo ditengok, setiap
tahun, setiap diadakannya pemira, mereka-mereka para petani kata hanya bersuara
lewat medsos dan semacamnya. Bersuara seolah2 tak terjadi apa-apa. Bersuara
dalam diam.
Sungguh jarang
sosok2 seperti ini muncul, padahal terhitung ada 20 LKM yang hidup, ribuan
mahasiswa yang gemericik, dan yang
memercikan apinya hanya satu. Sungguh luar biasa. Andaikan huruf di sekitar
untaian kalimat ini bisa gerak, hidup dan bercerita, harusnya ia tepuk tangan
sekencang mata memandang melihat tinta pulpen seorang intelegensia di lembaran
kertas buram. Luar biasa. Makasih tulisannya bung. Rasa terima kasih lagi-lagi
dirham utarakan karena adanya
kritikan-kritikan yang mendalam, tentu kritikan, saran, masukan, maupun
bantahan lagi-lagi merupakan sarana atau alat bagi munculnya pengetahuan baru.
Ibarat segelas teh yang kurang gula jika ditambah tentu manis pula.
Terbuka ataupun
tertutupnya segelas teh tentu memiliki sudut pandang yang berbeda, atau bahasa
kerennya point of view. Terbukanya
segelas teh untuk dapat tambahan gula tentu memiliki maksud mungkin memang
karena kurang manis, atau sudah manis tetapi peminum butuh asupan banyak
pemanis untuk pertumbuhan peminum, dan banyak alasan. Sementara tertutupnya
segelas teh untuk tambahan gula bisa dimaksudkan bahwa memang sudah manis, atau peminum alergi
terhadap gula, mengidap penyakit tertentu, atau pemanisnya merupakan gula yang
tanpa pengawet, gula dalam perspektif peminum, dan banyak alasan lain.
Nah, dalam hal ini
maka kebenaran untuk membuka atau menutup pada segelas teh tersebut memilik
kebenaran yang berbeda-beda. Kebenaran ini bersifat relatif. Dan mungkin
pembuatan contoh pada baris yang membentuk bait di atas sangat panjang dan
terlalu membosankan. Itu hak masyarakat untuk membaca pengertian keterbukaan.
Dan dirham cinta pada mereka2 yg tidak mudah bosan dan mau mendengarkan. Berani
berbicara tentu berani mendengarkan pula to. Bahkan Dalam bukunya, seorang GIE
dalam Catatan Seorang Demonstran
mengatakan bahwa tempat yang paling cocok untuk orang-orang yg tak tahan kritik
adalah tempat sampah. Entahlaahhh...
Jadi metafor-metafor seperti yang dikatakan dari
yang mewarnai budaya sampai “dirham” tentu memiliki penjelasan sendiri-sendiri.
Mungkin dalam pernak-pernik kampanye, seperti pamflet, MMT, dan lain sebagainya
tak ada penjelasan yang jelas nan lugas tentang metafor-metafor tersebut. Dirham tentu tak tahu akan penjelasan dari MB
(Mewarnai Budaya) itu sendiri. Di surat ini dirham akan menjelaskan dan menceritakan
maksud dari metafora DIRHAM itu sesungguhnya.
Sesungguhnya, pembuatan tagline, atau jargon atau apalah yang membentuk baris kata “DIRHAM” ini merupakan proses yang panjang dan tidak asal menyatukan nama. Sejak pertama kali mengumpulkan berkas pendaftaran ke KPR atau panitia Pemira, sudah dirham cantumkan penjelasan-penjelasan mutlak yang dirham anggap itu melekat pada perintah KPR, dan mungkin akan dibawa pada saat kampanye terbuka untuk dibaca oleh panelis. Dan dalam surat ini penjelasan DIRHAM sesungguhnya akan kami selipkan di halaman terakhir nanti.
Sesungguhnya, pembuatan tagline, atau jargon atau apalah yang membentuk baris kata “DIRHAM” ini merupakan proses yang panjang dan tidak asal menyatukan nama. Sejak pertama kali mengumpulkan berkas pendaftaran ke KPR atau panitia Pemira, sudah dirham cantumkan penjelasan-penjelasan mutlak yang dirham anggap itu melekat pada perintah KPR, dan mungkin akan dibawa pada saat kampanye terbuka untuk dibaca oleh panelis. Dan dalam surat ini penjelasan DIRHAM sesungguhnya akan kami selipkan di halaman terakhir nanti.
Mungkin
dalam konteks ini dirham mengakui tidak memberikan penjelasan kepada khalayak ramai, karna
sesungguhnya dirham berpikir bahwa inilah pemantik itu. Inilah yang membuat
mereka-mereka yang disana berpikir, wahh seperti apaaa yaaa. Mungkin ada
baiknya jika diberitahukan, memang para
khalayak ramai tentu akan tahu apabila dirham memberikan penjelasan. Dan
mungkin dengan kemasan yang berbeda pada sistem kampanye akan memberikan setruman yang luar biasa. Makasih
sarannya bung. Tapi lagi-lagi ini soal strategi politik.
Terima kasih atas
sarannya untuk menengok buku-buku yang mengkaji mengenai permasalahan –permasalahan
strukutral kata maupun kalimat, semiotika dan semacamnya. Sekali lagi
terimakasih. Akan dirham jadikan referensi dalam sistem pemerintahan jika Tuhan
dan warga FIB menghendaki kemenangan.
Bicara soal
“kejelasan” dalam penyampaian, Lagi-lagi DIRHAM terbentuk bukan asal menyatukan
nama dan begitu saja, oh tidak. DIRHAM terbentuk dari kata Demokratis,
Integrasi, Riset, Humanis, Aspiratif, MeRakyat. Beberapa orang sudah tahu
beberapa orang kurang paham dan beberapa orang tak mau tahu. Para akademisi,
intelektual, intelegensia, pengamat, dan lain-lain mempunyai pemahaman yang
berbeda-beda akan definisi yang tersebutkan tadi. Tentu dihadapan dirham
terpampang para intelektual muda warga FIB yang berlatar belakang budaya. Tentu
pula pemahaman akan penjelasan pun berbeda-beda. Dan penjelasan menurut dirham
itu sendiri pun diyakini berbeda.
Benar sekali apabila
pemimpin musti tau dan paham akan siapa dirinya, dimana ia tinggal dan apa
objek yang akan digarap. Sebuah dasar yang kuat dari sosok-sosok ini tentu akan
dengan mudah menentukan arah kemana lembaga yang dipimpinnya ini akan dibawa.
Sebuah basic konstituante.
Lalu pemahaman
tentang budaya, dan pembentukan identitas FIB. Dirham sebagai sosok2 yang maju ini tentu
tidak terjebak pada definisi yang sangat sempit tentang budaya, memang budaya
tidak melulu soal produk2 yang dikeluarkan. Wayang, batik, Gatotkoco, kimono,
hekuza, E-learning, katalog, atau apalah. Namun budaya adalah semua yang
berlandaskan persepektif segala hal tentang pengertian budaya secara luas. Disiplin
dan tepat waktu merupakan budaya, budaya yang mengacu pada kebiasaan.
Pengaplikasian
budaya tentu saja tidak mengacu pada satu hal, menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat, dalam Manusia
dan Kebudayaan, 7 unsur kebudayaan diantaranya adalah bahasa, mata
pencaharian, religi, dsb. Tidak saklek budaya hanya itu itu saja. Maka dari
itu, pembaca yang budiman perlu tahu kampus kita tidak hanya pengobral budaya
namun juga unsur-unsur yang mengacu pada budaya tersebut.
Pada akhirnya,
Demokrasi kami rasa
merupakan suatu sistem bahkan satu-satunya sistem yang cocok di terapkan di
masyarakat luas, masyarakat pada umumnya, masyarakat pada sebuah wadah besar
manusia yang sering disebut bumi. Tetapi dalam pengaplikasiannya tentu musti
mengerucut pada iklim dalam sebuah negara, tentu definisi negara muncul setelah
manusia mulai membatasi tempat tinggalnya.
Pembaca yang
berbahagia, kami membawa misi dari rakyat, bukan dari golongan, bukan dari
kelompok tertentu. Tentunya pembaca yang budiman sudah tahu apa yang kita
maksud di atas. Apa yang kita bawa dan kita persiapkan untuk bem tahun depan tidak
terlepas apa yang rakyat FIB harapkan.
Tentu pembaca perlu
ingat pada teori sosiologi bahwa dalam sebuah kelompok masyarakat, sesuatu yang
dihargai itu akan membentuk benih-benih kelas. Artinya dimasukkan dan merujuk
pada masyarakat kampus FIB. Sesuatu yang dihargai itu dimulai dari mahasiswa
itu sendiri, karyawan, dosen, dan pejabat kampus. Dalam perspektif sosiologi, klasifikasi kelas
itu memang penting. Dan di harapakan saling menutupi kekurangannya
masing-masing. Dan juga perlu diseimbangkan peran serta fungsi kelas-kelas itu
tadi. Tetapi jika ada ketimpangan dari
salah satu kelas tentu akan merugikan kelas yang lainnya, dan apakah akan diam
saja. Diam dalam kesewenang-wenangan ini adalah simbol ketertindasan. Dan yang musti dilakukan adalah perlawanan.
Inilah sebuah sistem kerakyatan, cuman harus ditambah dengan unsur demokrasi
karena dalam rumpun kita tak ada penutupan untuk berekspresi.
Kami berharap pembaca yang budiman bisa melihat secara jelas siapa itu
DIRHAM. Pengalaman yang empiris di BEM, visi misi yang jelas, pergerakan yang
merakyat tentu saja menjadi pertimbangan bagi pembaca yang budiman dalam
menentukan pemilih. Jadilah seorang
kritikus yang cerdas demi masa depan kampus budaya kita. Semoga tercerahkan..
Salam Budaya !! Hidup Rakyat !!
Semarang, 08 Desember 2013
DIRHAM
(Dinar Fitra Maghiszha –Hamam
Anwaruddin Al Ghiffary)