Monday, December 9, 2013

DARI DIRHAM UNTUK PENULIS SURAT TERBUKA DAN MASYARAKAT PEMBACA


--------------------------------------------------->>>>
Salam Budaya !! Hidup Rakyat !!
Yang pertama dan paling utama adalah sebuah rasa terima kasih, kalo dalam bahasa jawa, maturnuwun untuk sosok-sosok yang dengan kepeduliannya dengan lembut nan lugasnya membuang banyak tinta pulpen dan secarik kertasnya untuk turut andil aktif menyikapi fenomena pemira ini, menyuarakan kegelisahan masyarakat tentang dua sosok pasangan yang maju. Memang kalo ditengok, setiap tahun, setiap diadakannya pemira, mereka-mereka para petani kata hanya bersuara lewat medsos dan semacamnya. Bersuara seolah2 tak terjadi apa-apa. Bersuara dalam diam.
                Sungguh jarang sosok2 seperti ini muncul, padahal terhitung ada 20 LKM yang hidup, ribuan mahasiswa yang gemericik,  dan yang memercikan apinya hanya satu. Sungguh luar biasa. Andaikan huruf di sekitar untaian kalimat ini bisa gerak, hidup dan bercerita, harusnya ia tepuk tangan sekencang mata memandang melihat tinta pulpen seorang intelegensia di lembaran kertas buram. Luar biasa. Makasih tulisannya bung. Rasa terima kasih lagi-lagi dirham utarakan  karena adanya kritikan-kritikan yang mendalam, tentu kritikan, saran, masukan, maupun bantahan lagi-lagi merupakan sarana atau alat bagi munculnya pengetahuan baru. Ibarat segelas teh yang kurang gula jika ditambah tentu manis pula.
                Terbuka ataupun tertutupnya segelas teh tentu memiliki sudut pandang yang berbeda, atau bahasa kerennya point of view. Terbukanya segelas teh untuk dapat tambahan gula tentu memiliki maksud mungkin memang karena kurang manis, atau sudah manis tetapi peminum butuh asupan banyak pemanis untuk pertumbuhan peminum, dan banyak alasan. Sementara tertutupnya segelas teh untuk tambahan gula bisa dimaksudkan  bahwa memang sudah manis, atau peminum alergi terhadap gula, mengidap penyakit tertentu, atau pemanisnya merupakan gula yang tanpa pengawet, gula dalam perspektif peminum, dan banyak alasan lain.
                Nah, dalam hal ini maka kebenaran untuk membuka atau menutup pada segelas teh tersebut memilik kebenaran yang berbeda-beda. Kebenaran ini bersifat relatif. Dan mungkin pembuatan contoh pada baris yang membentuk bait di atas sangat panjang dan terlalu membosankan. Itu hak masyarakat untuk membaca pengertian keterbukaan. Dan dirham cinta pada mereka2 yg tidak mudah bosan dan mau mendengarkan. Berani berbicara tentu berani mendengarkan pula to. Bahkan Dalam bukunya, seorang GIE dalam Catatan Seorang Demonstran mengatakan bahwa tempat yang paling cocok untuk orang-orang yg tak tahan kritik adalah tempat sampah. Entahlaahhh...
                Jadi  metafor-metafor seperti yang dikatakan dari yang mewarnai budaya sampai “dirham” tentu memiliki penjelasan sendiri-sendiri. Mungkin dalam pernak-pernik kampanye, seperti pamflet, MMT, dan lain sebagainya tak ada penjelasan yang jelas nan lugas tentang metafor-metafor tersebut.   Dirham tentu tak tahu akan penjelasan dari MB (Mewarnai Budaya) itu sendiri. Di surat ini dirham akan menjelaskan dan menceritakan maksud dari metafora DIRHAM itu sesungguhnya.
                Sesungguhnya, pembuatan tagline, atau jargon atau apalah yang membentuk baris kata “DIRHAM” ini merupakan proses yang panjang dan tidak asal menyatukan nama. Sejak pertama kali mengumpulkan berkas pendaftaran ke KPR atau panitia Pemira, sudah dirham cantumkan penjelasan-penjelasan mutlak yang dirham anggap itu melekat pada perintah KPR, dan mungkin akan dibawa pada saat kampanye terbuka untuk dibaca oleh panelis. Dan dalam surat ini penjelasan DIRHAM sesungguhnya akan kami selipkan di halaman terakhir nanti.
                Mungkin dalam konteks ini dirham mengakui tidak memberikan penjelasan kepada khalayak ramai, karna sesungguhnya dirham berpikir bahwa inilah pemantik itu. Inilah yang membuat mereka-mereka yang disana berpikir, wahh seperti apaaa yaaa. Mungkin ada baiknya jika diberitahukan,  memang para khalayak ramai tentu akan tahu apabila dirham memberikan penjelasan. Dan mungkin dengan kemasan yang berbeda pada sistem kampanye akan memberikan setruman yang luar biasa. Makasih sarannya bung. Tapi lagi-lagi ini soal strategi politik.
                Terima kasih atas sarannya untuk menengok buku-buku yang mengkaji mengenai permasalahan –permasalahan strukutral kata maupun kalimat, semiotika dan semacamnya. Sekali lagi terimakasih. Akan dirham jadikan referensi dalam sistem pemerintahan jika Tuhan dan warga FIB menghendaki kemenangan.
                Bicara soal “kejelasan” dalam penyampaian, Lagi-lagi DIRHAM terbentuk bukan asal menyatukan nama dan begitu saja, oh tidak. DIRHAM terbentuk dari kata Demokratis, Integrasi, Riset, Humanis, Aspiratif, MeRakyat. Beberapa orang sudah tahu beberapa orang kurang paham dan beberapa orang tak mau tahu. Para akademisi, intelektual, intelegensia, pengamat, dan lain-lain mempunyai pemahaman yang berbeda-beda akan definisi yang tersebutkan tadi. Tentu dihadapan dirham terpampang para intelektual muda warga FIB yang berlatar belakang budaya. Tentu pula pemahaman akan penjelasan pun berbeda-beda. Dan penjelasan menurut dirham itu sendiri pun diyakini berbeda.
                Benar sekali apabila pemimpin musti tau dan paham akan siapa dirinya, dimana ia tinggal dan apa objek yang akan digarap. Sebuah dasar yang kuat dari sosok-sosok ini tentu akan dengan mudah menentukan arah kemana lembaga yang dipimpinnya ini akan dibawa. Sebuah basic konstituante.
                Lalu pemahaman tentang budaya, dan pembentukan identitas FIB.  Dirham sebagai sosok2 yang maju ini tentu tidak terjebak pada definisi yang sangat sempit tentang budaya, memang budaya tidak melulu soal produk2 yang dikeluarkan. Wayang, batik, Gatotkoco, kimono, hekuza, E-learning, katalog, atau apalah. Namun budaya adalah semua yang berlandaskan persepektif segala hal tentang pengertian budaya secara luas. Disiplin dan tepat waktu merupakan budaya, budaya yang mengacu pada kebiasaan.  
                Pengaplikasian budaya tentu saja tidak mengacu pada satu hal, menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat,   dalam Manusia dan Kebudayaan, 7 unsur kebudayaan diantaranya adalah bahasa, mata pencaharian, religi, dsb. Tidak saklek budaya hanya itu itu saja. Maka dari itu, pembaca yang budiman perlu tahu kampus kita tidak hanya pengobral budaya namun juga unsur-unsur yang mengacu pada budaya tersebut.
Pada akhirnya,
                Demokrasi kami rasa merupakan suatu sistem bahkan satu-satunya sistem yang cocok di terapkan di masyarakat luas, masyarakat pada umumnya, masyarakat pada sebuah wadah besar manusia yang sering disebut bumi. Tetapi dalam pengaplikasiannya tentu musti mengerucut pada iklim dalam sebuah negara, tentu definisi negara muncul setelah manusia mulai membatasi tempat tinggalnya.
                Pembaca yang berbahagia, kami membawa misi dari rakyat, bukan dari golongan, bukan dari kelompok tertentu. Tentunya pembaca yang budiman sudah tahu apa yang kita maksud di atas. Apa yang kita bawa dan kita persiapkan untuk bem tahun depan tidak terlepas apa yang rakyat FIB harapkan.
                Tentu pembaca perlu ingat pada teori sosiologi bahwa dalam sebuah kelompok masyarakat, sesuatu yang dihargai itu akan membentuk benih-benih kelas. Artinya dimasukkan dan merujuk pada masyarakat kampus FIB. Sesuatu yang dihargai itu dimulai dari mahasiswa itu sendiri, karyawan, dosen, dan pejabat kampus.  Dalam perspektif sosiologi, klasifikasi kelas itu memang penting. Dan di harapakan saling menutupi kekurangannya masing-masing. Dan juga perlu diseimbangkan peran serta fungsi kelas-kelas itu tadi. Tetapi jika ada ketimpangan  dari salah satu kelas tentu akan merugikan kelas yang lainnya, dan apakah akan diam saja. Diam dalam kesewenang-wenangan ini adalah simbol ketertindasan.  Dan yang musti dilakukan adalah perlawanan. Inilah sebuah sistem kerakyatan, cuman harus ditambah dengan unsur demokrasi karena dalam rumpun kita tak ada penutupan untuk berekspresi.
                Kami berharap pembaca yang budiman bisa melihat secara jelas siapa itu DIRHAM. Pengalaman yang empiris di BEM, visi misi yang jelas, pergerakan yang merakyat tentu saja menjadi pertimbangan bagi pembaca yang budiman dalam menentukan pemilih.  Jadilah seorang kritikus yang cerdas demi masa depan kampus budaya kita.  Semoga tercerahkan..
Salam Budaya !! Hidup Rakyat !!

Semarang, 08 Desember 2013
DIRHAM
(Dinar Fitra Maghiszha –Hamam Anwaruddin Al Ghiffary)

No comments:

Post a Comment